Alat Perang

on 2 Agu 2010

1. Rincong



















2.

Kata seudati berasal dari bahasa Arab syahadati atau syahadatain , yang berarti kesaksian atau pengakuan. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa kata seudati berasal dari kata seurasi yang berarti harmonis atau kompak. Seudati mulai dikembangkan sejak agama Islam masuk ke Aceh. Penganjur Islam memanfaatkan tarian ini sebagai media dakwah untuk mengembangkan ajaran agama Islam. Tarian ini cukup berkembang di Aceh Utara, Pidie dan Aceh Timur. Tarian ini dibawakan dengan mengisahkan pelbagai macam masalah yang terjadi agar masyarakat tahu bagaimana memecahkan suatu persoalan secara bersama. Pada mulanya tarian seudati diketahui sebagai tarian pesisir yang disebut ratoh atau ratoih, yang artinya menceritakan, diperagakan untuk mengawali permainan sabung ayam, atau diperagakan untuk bersuka ria ketika musim panen tiba pada malam bulan purnama.

Dalam ratoh, dapat diceritakan berbagai hal, dari kisah sedih, gembira, nasehat, sampai pada kisah-kisah yang membangkitkan semangat. Ulama yang mengembangkan agama Islam di Aceh umumnya berasal dari negeri Arab. Karena itu, istilah-istilah yang dipakai dalam seudati umumnya berasal dari bahasa Arab. Diantaranya istilah Syeh yang berarti pemimpin, Saman yang berarti delapan, dan Syair yang berarti nyayian.

Tari Seudati sekarang sudah berkembang ke seluruh daerah Aceh dan digemari oleh masyarakat. Selain dimanfaatkan sebagai media dakwah, Seudati juga menjadi pertunjukan hiburan untuk rakyat.

ASAL USUL TARI SEUDATI

Tari Seudati pada mulanya tumbuh di desa Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie, yang dipimpin oleh Syeh Tam. Kemudian berkembang ke desa Didoh, Kecamatan Mutiara, Kabupaten Pidie yang dipimpin oleh Syeh Ali Didoh. Tari Seudati berasal dari kabupaten Pidie. Seudati termasuk salah satu tari tradisional Aceh yang dilestarikan dan kini menjadi kesenian pembinaan hingga ke tingkat Sekolah Dasar.

Seudati ditarikan oleh delapan orang laki-laki sebagai penari utama, terdiri dari satu orang pemimpin yang disebut syeikh , satu orang pembantu syeikh, dua orang pembantu di sebelah kiri yang disebut apeetwie, satu orang pembantu di belakang yang disebut apeet bak , dan tiga orang pembantu biasa. Selain itu, ada pula dua orang penyanyi sebagai pengiring tari yang disebut aneuk syahi.

Jenis tarian ini tidak menggunakan alat musik, tetapi hanya membawakan beberapa gerakan, seperti tepukan tangan ke dada dan pinggul, hentakan kaki ke tanah dan petikan jari. Gerakan tersebut mengikuti irama dan tempo lagu yang dinyanyikan. Bebarapa gerakan tersebut cukup dinamis dan lincah dengan penuh semangat. Namun, ada beberapa gerakan yang tampak kaku, tetapi sebenarnya memperlihatkan keperkasaan dan kegagahan si penarinya. Selain itu, tepukan tangan ke dada dan perut mengesankan kesombongan sekaligus kesatria.

Busana tarian seudati terdiri dari celana panjang dan kaos oblong lengan panjang yang ketat, keduanya berwarna putih; kain songket yang dililitkan sebatas paha dan pinggang; rencong yang disisipkan di pinggang; tangkulok (ikat kepala) yang berwarna merah yang diikatkan di kepala; dan sapu tangan yang berwarna. Busana seragam ini hanya untuk pemain utamanya, sementara aneuk syahi tidak harus berbusana seragam. Bagian-bagian terpenting dalam tarian seudati terdiri dari likok (gaya; tarian), saman (melodi), irama kelincahan, serta kisah yang menceritakan tentang kisah kepahlawanan, sejarah dan tema-tema agama.

Pada umumnya, tarian ini diperagakan di atas pentas dan dibagi menjadi beberapa babak, antara lain: Babak pertama, diawali dengan saleum (salam) perkenalan yang ucapkan oleh aneuk syahi saja, yaitu:

Assalamualaikum Lon tamong lam seung,

Lon jak bri saleum keu bang syekh teuku….

Fungsi aneuk syahi untuk mengiringi seluruh rangkaian tari. Salam pertama ini dibalas oleh Syeikh dengan langgam (nada) yang berbeda:

Kru seumangat lon tamong lam seung,

lon jak bri saleum ke jamee teuku….

Syair di atas diulangi oleh kedua apeetwie dan apeet bak. Pada babak perkenalan ini, delapan penari hanya melenggokkan tubuhnya dalam gerakan gemulai, tepuk dada serta jentikan delapan jari yang mengikuti gerak irama lagu. Gerakan rancak baru terlihat ketika memasuki babak selanjutnya. Bila pementasan bersifat perntandingan, maka setelah kelompok pertama ini menyelesaikan babak pertama, akan dilanjutkan oleh kelompok kedua dengan teknik yang berbeda pula.

Biasanya, kelompok pertama akan turun dari pentas. Babak kedua, dimulai dengan bak saman , yaitu seluruh penari utama berdiri dengan membuat lingkaran di tengah-tengah pentas guna mencocokkan suara dan menentukan likok apa saja yang akan dimainkan. Syeikh berada di tengah-tengah lingkaran tersebut. Bentuk lingkaran ini menyimbolkan bahwa masyarakat Aceh selalu muepakat (bermusyawarah) dalam mengambil segala keputusan. Muepakat itu, jika dikaitkan dengan konteks tarian ini, adalah bermusyawarah untuk menentukan saman atau likok yang akan dimainkan.

Di dalam likok dipertunjukkan keseragaman gerak, kelincahan bermain dan ketangkasan yang sesuai dengan lantunan lagu yang dinyanyikan aneuk syahi . Lantunan likok tersebut diawali dengan:

Iiiiii la lah alah ya ilalah…. (secara lambat dan cepat)

Seluruh penari utama akan mengikuti irama lagu yang dinyanyikan secara cepat atau lambat tergantung dengan lantunan yang dinyanyikan oleh aneuk syahi tersebut. Fase lain adalah fase saman . Dalam fase ini beragam syair dan pantun saling disampaikan dan terdengar bersahutan antara aneuk syahi dan syeikh yang diikuti oleh semua penari. Ketika syeikh melontarkan ucapan:

walahuet seuneut apet ee kataheee, hai syam,

maka anek syahi akan menimpali dengan jawaban:

lom ka dicong bak iboih, anuek puyeh ngon cicem subang.

Untuk menghilangkan rasa jenuh para penonton, setiap babak ditutup dengan formasi lanie, yaitu memperbaiki formasi yang sebelumnya sudah tidak beraturan.

Artikel ini dikutip dari berbagai sumber yang terkait. Termasuk wawancara langung dengan salah seorang penari seudati terkemuka di Aceh, Syeh La Geunta.

Rumoh Aceh

on 8 Apr 2010


Rumoh Aceh merupakan rumah adat Aceh. Rumoh Aceh bertipe rumah panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi depan), seuramoë teungoh (serambi tengah) dan seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh dapu (rumah dapur).

Rumoh Aceh dapat dilihat langsung di Museum Negeri di kota Banda Aceh yang dibuat pada tahun 1914 untuk Gelanggang Pameran di Semarang, Jawa Tengah. Kemudian dibawa pulang ke Banda Aceh tahun 1915 oleh Gubernur Van Swart (Belanda) yang kemudian dijadikan museum hingga kini. Bangunan ini berupa sebuah rumah panggung yang berpintu sempit namun didalamnya seluruh ruangan tersebut tidak bersekat.

Dengan tampilan luar hitam pekat diseling ornamen berwarna cerah khas Aceh, bangunan ini menyimpan beberapa koleksi keramik dan lukisan pahlawan Aceh. Saat memasukinya akan terasa suasana tradisi yang kental. Bagaimana tata ruang rumah tradisional Aceh sangat terasa. Mulai dari penataan ruang pertemuan, ruang tidur, dapur dan penyimpanan perabot sehari-hari. Tentu saja hal ini akan sulit dijumpai kini.

Namun selepas bencana Tsunami dua tahun silam, banyak yang mengadopsi gaya rumah panggung ini. Mungkin ada yang terpikir kalau Tsunami melanda lagi akan jauh lebih aman dengan tipe bangunan seperti ini. Tentu harus dipertimbangkan pondasi yang lebih kokoh, tak lagi dari sebatang kayu. Bagaimanapun kearifan masa lalu selalu menawarkan sebuah medium perenungan. Untuk selalu bercermin diri dan terus belajar bertegur sapa akrab dengan alam.

Gempa 7.2 SR kembali guncang Aceh

on 6 Apr 2010

JAKARTA - Gempa bumi kembali terjadi di kawasan Serambi Mekkah. Kali ini, gempa berkekuatan 7,2 Skala Richter mengguncang Pulau Singkil Baru, NAD.

Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, Geofisika, gempa yang terjadi sekira pukul 05.15 WIB tersebut berpotensi menimbulkan gelombang tsunami.

Pusat gempa dengan kedalaman 34 kilometer ini berada di 75 kilometer Tenggara Sinabang atau 85 kilometer Barat Laut Singkilbaru.

Belum diketahui apakah gempa kali ini menelan korban jiwa atau tidak. Kabarnya, saat gempa terjadi aliran listrik mendadak terputus. Masyarakat pun panik.
"Gempa cukup lama, terasa ada sekitar lima menit, seperti dibuai-buai tapi tidak terlalu kuat. Kami dan warga hanya bertahan di rumah, jika kuat mungkin kami akan berlarian ke luar rumah," kata Abdul (40), warga Bandar Purus, Kecamatan Padang Barat, Padang, kepada okezone, Rabu (7/4/2010).

Meski tak terasa kuat, namun warga tetap waspada. Menurut Abdul, kekhawatiran itu muncul lantaran patahan lempengan di Aceh dengan di Sumatera Barat merupakan suatu rangkaian yang sama. Selain itu, gempa di Aceh akan mempengaruhi posisi patahan di Sumbar, terutama di Mentawai.

"Gempa yang terjadi di Aceh tidak membuat kami cemas, yang kami kawatirkan adalah gempa itu menjalar ke sini, karena patahan yang ada di Aceh dengan Padang itu satu rangkaian," ungkapnya.

Apalagi dalam pekan ini, sudah beberapa kali gempa terjadi di Mentawai.

"Jangan-jangan ramalan para ahli itu bisa benar, coba kalau kita lihat dalam seminggu ini sudah beberapa kali gempa bahkan sudah menjalar ke darat di patahan semangka Sumatera, mudah-mudahan tidak terjadilah," tandasnya.

sumber : www.okezone.com